Syihabuddin Yahya
As-Suhrawardi
SEEKOR SEMUT dengan rencana tersusun di pikirannya, sedang
mencari-cari madu ketika seekor capung hinggap pada kuntum bunga itu dan
menghisap madunya. Capung itu sebentar-sebentar terbang pergi dan kembali lagi.
Kali ini Si Semut berkata, “Kau ini hidup tanpa usaha, juga
tanpa rencana. Karena kau tidak punya tujuan nyata maupun cita-cita, apakah
ciri utama dari hidupmu dan ke manakah akhirnya?’
Jawab Si Capung, “Aku bahagia, dan aku bersenang-senang, itu
cukup nyata dan bertujuan. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh berencana
sesukamu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada cara hidup yang lebih baik.
Bagimu rencanamu, bagiku rencanaku.”
Si Semut berpikir, “Yang tampak olehku ternyata tak tampak
olehnya. Ia tahu apa yang terjadi pada semut. Aku tahu apa yang terjadi pada
capung. Baginya rencananya, bagiku rencanaku.”
Si Semut pun berlalu, sebab ia telah memperingatkan
sebisanya dalam situasi itu.
Hingga suatu ketika mereka bertemu lagi.
Si Semut menemukan kios tukang daging, dan dengan cerdik ia
berdiri saja di bawah meja tempat daging, menunggu apa yang mungkin datang
padanya.