Aliran Kepercayaan Yang Ada di
Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu haus akan
rasa ingin tahu terhadap dzat yang menciptakan dan memberikan rasa aman.
Berbagai macam aktivitas ibadah dengan berbagai ritualnya dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rohani dalam rangka mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan. Mulai
dari peribadatan terbuka hingga ritual secara sembunyi-sembunyi dilakukan untuk
mendapatkan tujuan tersebut. Di Indonesia, hal yang demikian sudah tidak asing
lagi. Gejala umum yang tampak antara lain munculnya berbagai macam aliran
kepercayaan, yang biasa disebut dengan kebatinan, tasawuf, ilmu kesempurnaan,
teosofi, mistik atau dengan sebutan yang lain. Munculnya berbagai macam aliran
kepercayaan di Indonesia membuat sebagian pihak merasa resah. Kita tidak bisa
dengan mudah merubah apa yang mereka yakini, karena tiap individu memiliki hak
atas lepercayaannya. Oleh karena itu penting adanya pengetahuan mengenai
keberadaan mereka serta hal-hal yang mendasari kepercayaan yang mereka anut.
Makalah ini akan menjelaskan tentang sejarah munculnya aliran kepercayaan di
Indonesia disertai dengan beberapa contoh aliran yang ada di Indonesia saat
ini. Sehingga diharapkan masyarakat dapat memahami serta tidak mudah
menyalahkan kepercayaan orang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakekat dari aliran
kepercayaan?
2.
Bagaimana sejarah munculnya aliran kepercayaan di Indonesia?
3. Apa sebab-sebab munculnya aliran-aliran
kepercayaan?
4.
Apa saja aliran kepercayaan yang ada di Indonesia?
C.
Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan makalah yaitu:
1.
Mengetahui hakekat dari aliran kepercayaan
2. Mengetahui sejarah
munculnya aliran kepercayaan di Indonesia
3. Mengetahui sebab-sebab
munculnya aliran-aliran kepercayaan
4. Mengetahui
aliran kepercayaan yang ada di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A.
Pengertian Aliran Kepercayaan Menurut M.
As’at El Hafidy, aliran adalah suatu cabang daripada faham yang rentannya masih
berinduk dari salah satu Agama (Madzhab, Orde, sekte dan lain-lain).[1]
Sedangkan kata kepercayaan menurut ilmu
makna kata (semantik), mempunyai beberapa arti:
a. Iman kepada agama. b.
Anggapan (keyakinan) bahwa benar sungguh ada, misalnya kepada dewa-dewa dan
orang-orang halus. c. Dianggap
benar dan jujur, misalnya orang kepercayaan.
d. Setuju kepada kebijaksanaan
perintah atau pengurus. Kata kepercayaan
menurut istilah (terminologi) di Indonesia pada waktu ini ialah keyakinan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa di luar agama atau tidak termasuk ke dalam
agama.Pengertian tersebutdi atas adalah pengertian “kepercayaan” yang diberikan
oleh Prof. Kamil Karthapraja di dalam bukunya “Aliran Kebatinan dan Kepercayaa
di Indonesia”.[2] A.L. Huxley di dalam
bukunya The Parennial Philosiphy, seseorang pengarang dan ahli filsafat di
negeri Inggris, menyebutkan empat arti:
a. Percaya/mengandalkan (kepada
orang tertentu). b. Percaya
(faith) kepada wibawa (dari para ahli di suatu bidang il mu pengetahuan).
c. Percaya (belife) kepada
dalil-dalil yang kita sendiri tidak dapat menceknya, apabila
kita mempunyai
kesediaan, kesempatan, dan kemampuan untuk itu.
d. Percaya (belife) kepada
dalil-dalil, yang kita ketahui, bahwa kita tidak dapat
menceknya, sekalipun kita
menghendakinya. Huxley berpendapat, bahwa
ketiga arti yang pertama mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam arti yang keempat itu dipandangnyasama dengan apa yang
biasa disebut “kepercayaan agamani”. Kamus
umum Purwadarminto 1976, menyatakan bahwa kepercayaan mempunyai pengertian:[3]
a. Anggapan atau keyakinan
bahwa benar (ada, sungguh-sungguh).
b. Sesuatu yang dipercayai
(dianggap benar). Menurut Prof. Kamil Kartapradja dari IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan Syarif Hidayatullah Jakarta, bahwa aliran kepercayaan adalah
keyakinan dan kepercayaan rakyat Indonesia di luar agama, dan tidak termasuk ke
dalam salah satu agama. Aliran kepercayaan itu ada dua macam:
1. Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan
animistis, tanpa filosofi dan tidak ada pelajaran mistiknya, seperti
kepercayaan orang-orang Perlamin dan Pelebegu di Tapanuli.
2. Golongan kepercayaan yang ajarannya ada
filosofinya, juga disertai mistik, golongan inilah yang disebut atau menamakan
dirinya golongan kebatinan. Golongan kebatinan ini dalam perkembangannya
akhirnya menamakan dirinya sebagai Golongan Kepercayaan Kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa.[4] Jadi aliran kepercayaan
menurut M. As’ad El Hafidy, ialah suatu paham dogmatis, terjalin dengan adat
istiadat hidup dari berbagai macam suku bangsa yang masih terbelakang. Pokok
kepercayaannya, apa saja adat hidup nenk moyangnya sepanjang masa. B.
Latar Belakang Sejarah Seperti keagamaan Suku Batak, Suku Dayak, Suku di Nusa
Tenggara Timur dan keagamaan orang Jawa. Yang menunjukkan bahwa sejak zaman
kuno, sebelum masuknya agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Kristen, dan
Islam, berbagai suku bangsa di Indonesia sudah menganut animisme, kepercayaan
kepada roh-roh ghaib, yang kemudian bercampur dengan agama-agama dunia yang
masuk di Indonesia, terutama agama Islam.[5] 1. Masuknya
Islam Tarekat Agama Islam yang masuk di Indonesia bukan lagi Islam yang murni
tetapi yang sudah dipengaruhi ajaran mistik (tarekat). Tarekat (jalan) adalah
suatu aliran dan gerakan yang tumbuh dalam masyarakat Islam dan kehormatan yang
diberikan orang kepada para pemimpinnya. Aliran-aliran tersebut memakai nama
menurut nama pemimpinnya. Aliran-aliran tarekat yang masuk di Indonesia
misalnya Tarekat Syathariah (abad 16-17) yang didirikan Syekh Syatari, Tarekat
Qadiriah yang didirikan Abdul Qadir Jailani (wafat 1165), Tarekat Naksabandiyah
yang didirikan Bahaudin Naksabandi (wafat 1315), Tarekat Syadzaliah yang
didirikan Abdul Hasan Syadzali (wafat 1258), dan kemudian Tarekat Samaniyah,
dan ada juga Tarekat Rifaiyah yang didirikan Ahmad Rifa’i (wafat 1182). Pada
umumnya tujuan tarekat-tarekat itu adalah untuk mencapai hakikat Ketuhanan,
yang biasanya ditempuh oleh para anggota (murid-muridnya), dengan melakukan
bai’at (janji) lebih dulu ketika memasuki tarekat, kemudian berusaha melalui
empat tingkat yaitu “syari’ah” (mempelajari hukum), “tarekat” (menempuh
cara-cara tertentu), “ma’rifat” (mengetahui ketuhanan) dan terakhir “hakekat”
(kebenaran yang tertinggi). Di antara tarekat-tarekat itu terdapat yang
menyimpang, misalnya Tarekat Rifaiyah lambat laun bukan lagi megutamakan
pelajaran ibadah melainkan lebih menonjolkan seni pertunjukannya melukai diri
seperti permainan debus dan sebagainya. Atau tarekat-tarekat itu mendalami
ajaran yang sifatnya ekstrim dan dapat diperalat untuk melakukan pemberontakan
terhadap penguasa dan sebagainya. 2. Politik Adu Domba Selama
penjajahan Belanda sebagian besar pemberontakan rakyat terhadap Belanda
dilakukan oleh gerakan yang berlatar belakang kepemimpinan Islam yang didukung
kaum tarekat. Misalnya di Jawa sejak zaman Sultan Agung Mataram, Pangeran di
Ponegoro. Pihak Belanda untuk dapat menumpas gerakan perlawanan rakyat itu
memperalat para bangsawan pemuka adat, sehingga antara golongan adat dan agama
di adu domba. Selain tidak ada lagi perlawanan rakyat, maka kehidupan
tarekat-tarekat dan pendidikan agama Islam dicurigai. Begitu pula dilakukan
politik adu domba penganut Islam modern (Muhammadiyah) yang diberi cap Wahabi,
dengan penganut Islam (Nahdlatul Ulama) Ahlussunnah, yang disebut kaum lama.
Perpecahan umat Islam ini berkelanjutan sampai zaman kemerdekaan. Sementara itu
misi Kristen mendapat kesempatan berkembang bebas dan baik.
3. Zaman Kemerdekaan Sejak berdirinya negara Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka perkembangan
agama dan pendidikan Islam berangsur maju di bawah bimbingan Departemen Agama. Begitu
pula aliran-aliran kepercayaan tumbuh dan berkembang di bawah pimpinannya yang
cendikiawan, sehingga aliran lama muncul kembali dan yang baru tumbuh subur
dengan bermacam ragamnya. Sehingga ada di antara kelompok aliran kepercayaan
itu yang dapat diperalat Partai Komunis Indonesia sampai meletusnya G30S/PKI.
Di masa orde baru suasana berubah. Umat Islam mereda dari pertikaian masalah
‘furu’’ dan ‘khilafiyah’ yang diwarisi dari zaman Hindia Belanda, kemajuan
pendidikan Islam telah melahirkan sarjana-sarjana Islam yang menyadari
pentingnya persatuan Islam, diskusi-diskusi ilmiah tentang Islam terus
meningkat, tempat-tempat beribadah bertambah baik, umat beragama diarahkan pada
kerukunan seagama dan kerukunan antar agama. Sementara itu aliran kepercayaan
tumbuh berkembang dan menurut kesamaan haknya dan kedudukannya dengan agama
yang resmi diakui, dan di sana sini timbul masalah sosial keagamaan yang baru,
misalnya masalah pedukunan dan perkawinan.[6] C. Sebab-Sebab Munculnya
Aliran-Aliran Baru Dalam Kepercayaan Sebab-sebab
munculnya aliran-aliran baru dalam kepercayaan menurut M. As’ad El Hafidy:[7]
a. Karena salah terima, salah faham di waktu menerima
pelajaran dari guru agama yang mengambil kiasan dan perlambang, ber dasar
kebatinan mendalam dan falsafah yang berpengertian rangkap (berkalimat banyak
arti). b. Mencampur aduk faktor-faktor penting yang diambil
dari sumber-sumber pelajaran agama, mengambil salah satu lafadz dan kalimat
dari ayat atau bahasa Arab dengan diberi arti-makna sesuka hatinya, sehingga
terjadilah kekliruan murod dan maksudnya dan hilanglah azas tujuan lafdz
kalimatt yang asli. Sehingga muncullah golongan Islam
Mutihan dan Islam Abangan. c. Sengaja mengadakan
aliran-aliran baru dalam kepercayaan, mistik atau kebatinan dengan dalil
“mengembalikan jiwa asli” karena agama Hindu dari India, agama Yahudi, agama
Masehi dari Eropa dan Islam Dari Arabia. d. Ingin memasyhurkan
namanya, membuka praktek perdukunan, meramalkan kebahagiaan, ilmu rajah,
perbintangan, bahkan terdapat yang mengharap-harap kedatangan Ratu Adil, Imam
Mahdi, Jayabaya, Heru Cokro dan lain-lain. e. Bermaksud
menenagkan jiwa, gemar menyendiri, bersemedi, bertapa dan mengamalkan Ascetisme
(zuhud, riyadhatan nafs) karena berpendapat “suasana keadaan dunia dewasa ini
terasa telah penuh berbagai penderitaan batin”. f.
Bukan tidak mungkin dalam suasana yang serba kacau, pencipta aliran-aliran baru
memasang gejala-gejala untuk keuntungan kekayaan pribadi. Jaringan-jaringannya
dikembangkan dengan propaganda aliran-aliran tersebut dengan nama-nama yang
menarik. malah ada pula yang sampai hati mempergunakan gelar-gelar kanjeng,
kiyai, Bendoro, Resi, Hajar, Begawan, bahkan menobatkan diri Nabi, penerima
wahyu langsung dari Tuhan. Dan yang sangat terlalu menganggap dirinya sedrajat
dengan Tuhan. g. Beranggapan bahwa “bunyi UUD 1945 pasal 18 ”
adalah kesempatan untuk menjelmakan aliran-aliran baru dalam kepercayaan.
Setiap rang berhak atas kebebasan beragama, keinsyafan batin dan fikiran,
dijadikan alasan pokok umum menciptakan agama baru yang dianggap sesuai untuk
kepentingannya sendiri. Menurut
Abdurrahman Wahid, sesuai faktor dalam perkembangan pesat dari aliran-aliran
kebatinan adalah “kegagalan hicrarchi dan struktur agama-agama besar di
Indonesia untuk memberikan pemecahan bagi persoalan-persoalan sosial yang pokok
dari kehidupan masyarakat dewasa ini”.[8]
Selain pendapat di atas munculnya aliran keagamaan tidak terlepas dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal antara lain disebabkan karena adanya
perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, penekanan pengalaman
agama secara eksklusif yang hanya mengakui paham mereka saja yang benar
sedangkan paham lain dianggap sesat. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh
pemikiran dari luar, seperti pemikiran yang dianggap liberal atau literal dalam
memahami teks-teks agama, serta faktor politik.[9] D. Aliran-Aliran
Kepercayaan 1. Agama Bahai a. Latar
Belakang Berdirinya Di negara Iran (Parsi) ada seseorang yang bernama Ali
Muhammad As-Syaironzi pada tanggal 5 Jumadil Ula 1260 H (1844 M) mengangkat
dirinya menjadi pesuruh Tuhan dengan gelar “Bab” (pintu). Ia mengemukakan dan
menyuruh agar semua orang bersiap-siap untuk menerima kedatangan ‘Al-Mahdi
Al-Munthadar’, yaitu Nabi yang akan datang di muka bumi ini untuk mempersatukan
umat manusia.tapi pada tahun 1850, ia bersama pengikutnya dihukum mati karena
mengganggu jalannya pemerintahan Iran. Setelah peristiwa tersebut pada tahun
1863datang lagi seseorang yang bernama Mat Husin Al-Basyaro’i yang menyatakan
dirinya sebagai Nabi yang dikatakan As-Syaironzi. Orang ini berasal dari
keturunan bangsawan Iran bernama Baha’ullah (Kemuliaan Tuhan). Dari nama
tersebut asal nama agama Baha’i yang artinya ialah agama Kemuliaan. Begitu raja
Iran mengetahui berita tersebut maka raja memerintahkan agar Baha’ullah itu
disingkirkan dan diasingkan ke Akka. Dari tempat pengasingan itulah ia
menyampaikan ajaran-ajarannya. Pada tahun 1892 sebelum Baha’ullah wafat ia
menunjuk putra sulungnya bernama Abdul Baha’ untuk meneruskan ajaran-ajarannya.
Begitu pula kemudian abdul Baha’ sebelum wafat ia telah menunjuk putranya Shogi
Effendi sebagai penerus ajaran kakeknya. Shogi Effendi ini wafat pada tanggal 4
November 1957 dan kini ajaran Baha’i ini telah menyebar ke berbagai penjuru
dunia termasuk di Indonesia.[10] Apabila diperhatikan apa yang dikatakan Bab
cikal bakal agama tentang akan datangnya ‘Al-Mahdi Al-Muhtadhar’, maka agama
ini berusaha mentenarkan paham Syi’ah Imamiyah (imam 12) Muhammad Bin Hasal
Al-Askary (255-260 H) yang ghaib di Sardab, sebagai orang pertama yang
meniupkan tentang Imam Mahdy. b. Kitab Suci Kitab suci agama
Baha’i ialah sekumpulan dari berbagai amanat Ali Muhammad As-Syaironzi alias
Bab dan ajaran-ajaran Bahaullah, yang semula terpisah-pisah dalam beberapa buku
dan catatan, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Parsi. Dalam kitab ini juga
terdapat tafsiran yang dibuat oleh Abdul Baha’, sedangkan isinya yang lain
tidak semata-mata tentang keagamaan tetapi juga tentang keduniawian, seperti
soal sosial, politik, dan ekonomi.[11] Di Indonesia kitab Baha’i diterbitkan
oleh Majelis Rohani Baha’i Jakarta dan dicetak dalam berbagai bahasa daerah,
seperti bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Makasar, Minangkabau, dan bahasa Indonesia.
c. Dasar-dasar Kepercayaan Dasar-dasar
kepercayaan dalam agama Baha’i ada 5, yaitu: 1. Percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa Menurut paham agama Baha’i semua ajaran dan syari’at agama dan
ketuhanan yang diturunkan Tuhan dari langit (samawi) dengan berbagai istilah
dan sebutan. 2. Percaya kepada Nabi Baha’ullah Dalam agama ini
mempercayai bahwa Nabinya ialah Nabi Baha’ullah yang datang untuk mempersatukan
berbagai agama sehingga menjadi satu agama saja. 3. Percaya bahwa manusia
itu pada hakikatnya satu Kepercayaan ini menganggap semua manusia itu satu pada
hakikatnya. Meskipun ada yang kulitnya hitam dan putih tetapi semuanya berasal
dari satu keturunan, bagaikan sebuah pohon yang satu. 4. Percaya bahwa
semua agama itu bertujuan sama Mereka mempercayai bahwa semua agama itu mempunyai
tujuan yang sama, semuanya berasal dari Tuhan yang satu, dan dari satu
kebenaran. 5. Percaya bahwa Bab adalah utusan istimewa Tuhan Kepercayaan
kepada Bab sebagai Rasul Tuhan yang istimewa, karena dia yang pertama kali
menyatakan sebagai Nabi yang dijanjikan untuk seluruh umat manusia.
d. Ajaran Etika Sebagaimana para Nabi telah mendapat petunjuk dari
Tuhan untuk membimbing umat manusia, begitu pula Nabi Baha’ullah telah mendapat
petunjuk, sebagaimana diajarkan Abdul Baha di bawah ini, 1. Janganlah
berperilaku yang membuat orang berduka cita, ramahlah terhadap semua orang,
sayangilah sesama manusia dengan hati yang murni, janganlah perduli apa pun
yang datang pada anda sekalipun anda ditantang atau dilukai. Jika terjadi
bencana yang hebat, bergembiralah, karena hal itu adalah karnia dari Tuhan.
2. Janganlah suka mengemukakan kesalahan orang lain, berdo’alah untuk
mereka, tolonglah mereka dengan kebaikan hati agar mereka memperbaiki kesalahan
mereka. pandanglah selalu yang baik dan jangan memandang yang buruk. 3.
Jangan mengucapkan satu katapun yang tidak baik tentang orang lain, walaupun
musuh sekalipun. Lakukanlah perbuatan-perbuatan dengan baik hati. Pisahkanlah
hati dari dirimu dan dari dunia. Rendahkanlah hati dan saling mengabdi dan mengetahui
bahwa diri itu ada lebih kurang dari siapapun juga. 4. Berperilakulah
seolah-olah kita satu jiwa dalam banyak raga. Semakin banyak sayang menyayangi
semakin dekat dengan Tuhan. Bertindaklah hati-hati dan bijaksana, berkatalah
sebenar-benarnya, terimalah dengan ramah siapa saja yang datang padamu dan
indahkanlah sesamamu. 5. Usahakanlah kesembuhan bagi orang yang sakit,
hiburlah orang yang dalam duka, air sejuk bagi setiap dahaga, hidangan lezat
bagi yang lapar, bintang bagi setiap kaki langit, cahaya bagi setiap lampu,
pembawa kabar baik bagi setiap orang yang rindu pada kerajaan Tuhan.
e. Kehidupan Sesudah Mati Menurut Agama Baha’i bahwa
kehidupan didunia ini adalah persiapan menghadapi kehidupan dalam alam ghaib,
yaitu alam roh yang tidak pernah mati. Apabila roh di dalam badan ketika hidup
didunia itu baik, maka ia akan hidup sempurna dan penuh di alam roh, akan
tetapi jika roh di dalam badan ketika hidup di dunia buruk maka ia akan menjadi
tidak sempurna dan tidak penuh di alam roh yang abadi, karena tidak dekat
dengan kerahmatan Tuhan. Pada dasarnya agama ini tidak mengenal surga dan
neraka. Apa yang dikatakan mereka ‘surga’ adalah dekat dengan Tuhan. Sedangkan
‘neraka’ berarti jauh dari Tuhan. Kehidupan baik manusia di dunia berarti ia
akan mencapai kedamaian, mendapatkan karunia rohani, terkabulnya keinginan
hati, dan bertemunya dengan Tuhan dalam alam abadi. Bagi kehidupan yang buruk
di dunia, akan mendapatkan hukuman berupa pencabutan berkah, pencabutan
anugerah, dan jatuh dalam kehidupan yang sangat rendah. Karena dalam kenyataan
prakteknya ajaran agama Baha’i ini dilaksanakan para penganutnya memecah belah
dan mengacaukan kehidupan masyarakat maka agama ini di Indonesia telah dilarang
oleh pemerintah Republik Indonesia bedasarkan Surat Keputusan Perdana Menteri
No. 122/PM/1959 tanggal 21 Maret 1959. 2. Agama Sapta Darma
a. Latar belakang berdirinya Ketika zaman revolusi
kemerdekaan tahun 1947 seorang bernama Hardjo Sapoetra yang biasa dipanggil pak
Sepuro berasal dan dilahirkan di desa Sanding Kawedanan Pare Kediri pada tahun
1910. Berpendidikan sekolah rakyat lima tahun (1925), pernah menjadi pandu
Kepanduan Sosrowidjajan (1937, pekerjaan tukang pangkas. Pada masa revolusi
pernah ikut menjadi anggota pemuda Pesindo (pemuda Sosialis Indonesia) Selain
pekerjaannya sebagai tukang cukur pak Sepuri ini mempunyai pengetahuan ilmu
dukun dapat mengobati orang sakit. Ilmunya ini bersumber dari orang bernama
R.M. Suwono di Yogyakarta. Caranya mengobati orang sakit ialah dengan melakukan
tafakur dan semedi, pada setiap waktu ganjil, misalnya pukul 1,3, 5, 7, 9 dan
seterusnya, dengan duduk menghadap ke timur beberapa menit lamnya untuk
menghilangkan rasa dan menggambarkan diri sendiri, sampai ia mendapatkan rasa
yang luar biasa dari lingkungan pusar manusia. Demikian caranya untuk
mendapatkan tenaga dalam mengobati orang. Kalau tidak sempat melakukan semadi
pada setiap jam ganjil maka boleh sekaligus diambil dalam waktu satu jam
sehari. [12] b. Panuntun Agung Sri Gautama Lambat laun pengikutnya
bertambah banyak yang terdiri dari kalangan pemuda, para pegawai negeri ada
juga dari kalangan ABRI. Kepada para pengikutnya ia menyatakan bahwa ia pernah
mendapatkan ilham dari Tuhan agar ia menggunakan getar ke-Nabian ‘Sri Gautama”
(Sri : pemimpin, Gutama, Marga Utama atau jalan kebenaran). Jadi dari nama
Hardjo Saputro ia kemudian menggelari dirinya Sri Gautama atau lengkapnya “
Penuntun Agung Sri Gautama” yang berarti Pemimpin jalan kebenaran, sebagaimana
mana seorang Nabi atau Sang Budha.[13] Setelah revolusi kemerdekaan selesai
untuk beberapa waktu tidak terdengar kegiatan Sapta Darma. Tiba-tiba setelah
tahun 1956 Sri Gautama muncul kembali dengan ajaran-ajarannya di
Yogyakarta, Semarang dan beberapa tempat di Jawa tengah. Kemunculannya
sekali ini didampingi oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah
Mada bernama Sri Suwartini yang kemudian bergelar Sri Pawenang. Tempat
kedudukan Sapta Darma tidak lagi di Kediri tetapi dipindahkan ke Yogyakarta
sampai tahun 1961 Sapta Darma telah mempunyai cabang-cabang tidak saja di pulau
jawa, tetapi juga di Sumatra, seperti di Lematang (Palembang), Pringsew
(Lampung dan juga Medan) Hardjosapoetra yang bergelar Penuntun Agung Sri
Gautama (Rsi Brahmana) alias penggembala jalan kebenaran yang tujuh itu, wafat
pada tanggal 16 Desember 1963 dan jenazahnya dibakar kemudian abunya dilarung
ke laut. Pemimpin pendukunan itu sudah tidak ada, tetapi mewariskan ilmu kepada
para muridnya yang kerapkali menyebabkan timbulnya penyakit saraf, dan
menimbulkan kegelisahan masyarakat setempat.[14] c. Pokok
ajaran dan kitab suci Pada mulanya pak Sepuro di samping kegiatannya menjadi
dukun mengobati orang sakit, ia juga menanamkan ajaran kepada para pengikutnya
agar percaya kepada Tuhan dan percaya kepada diri sendiri, cintailah sesama
manusia dan hiduplah bertolong-tolongan. Di samping itu ia menafsirkan
ramalan-ramalan Jaya Baya yang menyatakan akan datangnya Ratu Adi asal kerajaan
Ketangga (Madiun) dan penjelmaan Kyai Semar yang bergelar Herucakra
Asmarantra. Kemudian dikatakannya bahwa agama Islam, Kristen, Hindu, Budha itu
kelak akan lenyap lebur bersama ke dalam agama Sapta Darma. Selanjutnya menurut
Sri Gautama dalam menjelaskan arti dari isi agama Sapta Darma bahwa Sapta
artinya tujuh, Darma artinya tuntutan atau pedoman, yang terdiri dari :[15]
1) Setia kepada Pancasila Tuhan yaitu : Yang Maha agung, Maharahim,
Maha adil, Mahawesesa (Kuasa) dan yang langgeng (abadi) 2) Agar
jujur dan setia hati dan setia hati, setia menjalankan undang-undang negara.
3) Ikur serta cancut tali wanda (siap sedia sewaktu-waktu)
mempertahankan tegaknya negara, nusa dan bangsa. 4) Menolong siapa
saja yang memerlukan dengan tidak mengharap balasan bantuan apapun
5) Berani hidup dengan kepercayaan dan kekuatan diri sendiri
6) Tindakan kepada warga harus “Bebarayan” (gotong royong)
bersama-sama dengan halus dan sopan santun serta memberikan “pepadhang”
(penerangan) sehingga memuaskan. 7) Yakin dan percaya bahwa dunia
ini tidak langgeng (kekal) “owah gingsir” (berubah-ubah), ”cakra manggilingan”
(berputar seperti roda, sekali diatas, sekali dibawah) Sepeninggal Srigutama
ajaran-ajarannya dilanjutkan oleh beberapa orang penuntun seperti Rr. Suwartini
SH yang menjadi Sri Pawenang dan lainnya seperti pak Kasdi, R. Soepeno
Surjosugondo, R. Rachmat Wirjokusumo dan R.S. Soegondo. Atas usaha para penerus
ini maka buah ilham dan ajaran Sri Panuntun Gutama dikumpulkan dan dibukukan
sehingga menjadi kitab suc yang disebut “Wewarah Agama Sapta Darma” . kitab
suci tersebut kemudian diterbitkan oleh yayasan Srati Darma Yogyakarta. Selain
kitab ini Sapta Darma mempunyai kelompok penyebar agamanya, yang menyebarkan
berbagai buku, siaran bergambar tentang ajarannya yang dibagikan dengan percuma
kepada para penganutnya. Di dalam kitab suci tersebut juga terdapat uraian
pahamnya tentang roh dan alam serata cara-cara bersembahyang.[16]
d. Alam, roh, dan sembahyang Menurt pahan Sapta Darma alam itu
terbagi menjadi tiga yaitu alam wajar yakni dunia kita sekarang, kemudian alam
abadi yakni alam kaswargaan dan alam halus yaitu alam roh-roh yang penasaran.
Alam wajar adalah temapt umat Sapta Darma meyakini dan melaksanakan Sapta Darma
dan Pancasila Allah, yaitu dunia sekarang sebagai tempat persinggahan untuk
menuju ke alam kaswargaan yang merupakan idaman. Alam abadi adalah temapt yang
langgeng dimana semua manusia meyakini dan mengamalkan Sapta Darma dan
Pancasila Allah. Sedangkan alam halus adalah tempat para roh yang penasran
karena tidak sanggup langsung menuju alam kaswargaan. Jadi tempat khusus bagi
pelarian semua roh yang belum mampu naik ke tempat asalnya dengan demikian umat
yang banyak dosanya selama masih hidup di alam wajar tidak mampu memasuki alam
abadi. Dengan demikian roh-roh tersebut penasaran dan tidak dapatkembali ke
hadapan Yang Maha Kuasa di tempat yang langgeng dan abadi. Untuk tidak
menjadikan roh kita kelak menjadi penasaran maka harus dilaksanaka Sapta Darma
dan sembah-yang (sembayang) Bagi warga Sapta Darma di dalam sehari semalam
wajib dilakukan sembahyang atau sujud satu kali, dan sebaiknya lebih dari satu
kali. Cara melakukan sembahyang atau itu sebagai berikut :[17]
a) Duduk tegap dan menenangkan tubuh dan pikiran, bagi pria
duduk bersilah dan bagi wanita bersimpuh lalu mengucapkan Allah Yang Maha
Agung. Allah Maha rakhim, Allah Yang Maha Adil. b) Tetep duduk
dengan mengheningkan rasa dengan mata terpejam. Apabila rasa telah dirasakan
berkumpul di kepala, pada bagian di atas kepala, dan badan terasa terayun maka
rasa harus diikuti. Disinilah letak nikmat dari rasa yang mulai naik sedetik
demi sedetik dari bagian bawah punggung melalui susm-sum terus naik ke kepala
serta mendorong menundukkan kepala perlahan-lahan untuk bersujud dan menatap ke
bawah. Lalu ucapkanlah dalam batin Hyang Maha Suci sujud Hyang Kudus tiga kali.
c) Setelah itu duduk kembali dan masih tetap dalam keadaan
tenang, setelah badan terasa terayun lagi, maka rasa yang menanjak itu diikuti
sebagai semula. Tetapi ketika kepala menatap ke bawah, ucapkan kesalahane Hyang
Maha Suci nyuwon nagpuro yang Maha Kuasa, di dalam batin, maksudnya
kesalahannya Yang Maha Suci mohon ampun Yang Maha Kuasa, diucapkan tiga kali.
d) Kemudian duduk kembali dengan hening(tenang) seperti semula,
setelah badan terasa terayun lagi, maka rasa mulai memanjat ke kepaladiikuti
lagi kemudian waktu kepala menatap ke bawah ucapkan lagi di dalam batin tiga
kali Hyang Maha Suci mertobat Hyang Maha Kuasa, artinya Yang Maha Suci mohon
taubat Yang Maha Kuasa. Setelah itu duduk lagi seperti biasa, tenang sementara,
maka selasailah satu sujud yang merupakan sujud dasar. Menurut paham Sapta
Darma setiap warga Sapta Darma yang te;ah melaksanakan sujud dasar akan
memperoleh sabda Tuhan untuk menolong sesama makhluk tanpa mengharapkan upah
apapun juga. Sabda Tuhan tidak boleh diperjual belikan, barang siapa melanggarnya
maka ia akan menerima hukuman Tuhan. Jadi mereka yang telah menerima Sabda
Tuhan dapat mempergunakannya untuk mengobati orang sakit. Jika yang sakit
adalah wanita maka yang menolongnya hendaknya juga wanita, begitu pula pasien
pria adalah ditolong oleh pria, dan jika pasien orang tua hendaknya orang
tua juga kecuali dalam keadaan terpaksa. Cara pengobatan tersebut dinamakan
“Sabda Waras” dan hendaknya tetap terjaga yang susila.[18] e.
Hening dan Racut Hening adalah perilaku menenangkan badan seluruhnya dengan
menghilangkan semua angan-angan pikiran. Untuk sesuatu maksud yang boleh
dilakukan sebelum melakukan sujud dasar. Maksud hening misalnya untuk :[19]
1) Melihat atau mengetahui keadaan keluarga yang jauh atau untuk
melihat segala sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata jasmani
2) Murwakani, yaitu meneliti ucapan dan tindakan sebelum dilakukan
3) Mengirim dan menerima telegram rasa Hening itu dapat dilakukan
dengan mata terbuka atau tertutup ketika sewaktu-waktu diperlukan. Sebaiknya
dimulai dengan mengucap dalam batin ”Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha
Rahim, Allah Hyang Maha Adil”. Maka berarti datanglah yang dimaksudkan. Hening
seperti ini dapat dilaksanakan dalam berbagai keadaan. Racut, adalah memisah
rasa dengan pengrasa (angan-angan) dengan tujuan berlatih menghadap Yang Maha
Suci terhadap Yang Maha Kuasa. Tetapi Racut itu harus didahului dengan
melakukan sujud dasar ditambah dengan membungkuk satu kali sam bail mengucapkan
: “Hyang Maha Suci Sowan Hyang Maha Kuwasa (Yang Maha Suci menghadap Yang Maha
Kuasa” setelah mengucapkan itu harus melakukan “Sedakep Saluku Tunggal” dan
berbaring membujur ke Timur. Sedekep Saluku Tunggal artinya meletakkan kedua
telapak tangan ke atas tulang tangkar kedua rususk dadabaris ketiga dari atas,
jari tengah kanan terletak diatas jari tengah kiri. Kemudian hening melihat
dengan rasa di Satria Utama. Ditunjukkan di atas ubun-ubun dari mana wujud
keluarnya Nur Roh Suci untuk menghadap Hyang Maha Kuasa.
f. Olah rasa dan semadi Olah rasa adalah suatu cara
untuk mencapai budi luhur yang harus dimiliki setiap Satria Utama, yaitu mereka
yang ingin senantiasa waspada penuh “waskita” bijaksana dan melihat, mendengar,
atau berkata ataupun mencium sesuatu bau. Dilakukan setelah selesai sujud dasar,
lalu berbaring seperti Racut, kemudian kedua tangan diletakkan terlentang di
kanan kiri badan. Pakaian yang terasa kencang dikendorkan agar tidak mengganggu
jalannya rasa. Badan terlentang lemas, anagan-angan dan pikiran dikosongkan,
lalu dirasakan jalannya rasa itu mulau dari ibu jari kaki ke atas samapi terasa
di seluruh badan. Begitu pula jalannya darah dan denyut jantung. Ke luar
masuknya nafas agar benar-benar dirasakan senikmatnya, sehingga merata ke
sel-sel seluruh badan, jika sudah nikmat betul jalannya nafas, telah dirasa
terpisahnya Nafas, Nafas Tengah dan Nafas Bawah. Setelah rasa terkumpul di
kepala atau ubun-ubun seterusnya dapat diarahkan apada tujuannya, misalnya
untuk kewaspadaan mendengar diarahkan ke telingan, waspada melihat ke mata yang
dapat dilakukan sewaktu-waktu. Tetapi untuk menghilangkan rasa lemah digunakan
“tukar hawa” dengan cara tidur berbaring seperti olah raga dengan mengosongkan
pikiran dan anagan-angan dengan membiarkan jalannya nafas. Suatu hal yang
hendaknya berhati-hati bahwa manusia itu mempunyai dua belas saudara, janganlah
hendaknya kedua belas saudara itu atau salah satu dari padanya dapat menguasai
seseorang dikuasainya bisa kelihatan seperti “orang gila” atau motah”. Kedua
belas saudara manusia itu ialah :[20] 1. Hyang Maha
Suci
7. Suko Roso Kentjono 2.
Premono
8. Mayangkoro 3. Endro
9. Gandarwarodjo (Sukmo Seno) 4.
Bromo
10. Nogotahun (Sukmo Nogo) 5.
Bayu
11. Djatingarang (Sukmo Djati) 6. Suko roso
12. Bagendo Kilir (Sukmo Roso) Jadi di dalam ajaran Sapta Darma dilakukan pula
seperti Semadi yang khusus, yang dilakukan setelah Sujud Dasar Caranya ialah
sesudah melakukan Sujud Dasar, pikiran dipusatkan dan rasa dipindahkan pada
kedua belah tangan dengan ucapan “Njaluk Gerake Bagindo Kilir” (meminta geranya
Bagindo Kilir)berkenan mengobati. Semadi khusus ini dilakukan di ruangan
“Sanggar” yang dijaga oleh seorang Panintun. Tata cara ini berbahaya jika
sampai terjadi motah atau gila, karena penyelewengan di antara mereka. Untuk
itu perlu diatur semacam perkenalan dengan kedua belas saudara itu satu persatu
melalui Semadi. Yang bertindak sebagai panuntun adalah pimpinan pengurus Sapta
Darma.[21] 3. Agama Jawa Asli Republik Indonesia
a. Latar belakang berdirinya Aliran kepercayaan ini bernama
agama djawa asli Republik Indonesia (ADARI) dari pendirinya adalah S.W
Mangunwidjojo yang juga disebut ‘Djowowulu’ dan kemudian berganti nama ki
Mangunwasito. Ia dilahirkan di Surakarta tahun 1892, berpendidikan sekolah
rakyat dan sejak tahun 1922 bekerja di bengkel djawatan kereta api di pengok Yokyakarta
sampai masa pensiunnya. Ia pernah masuk menjadi anggota Barisan Semedi Republik
Indonesia (BASRI) yang dipimpin Ki Cokrowardoyo pendiri laskarv rakyat
Kasunanan dan Mangkunegaran pada masa revolusi. Pada tanggal 1 Agustus 1946
pernah bertapa di Pesareyan (makam) Paku Buwono IX dialmogiri. Pada waktu itu
ia mendapat ilham tentang ajarannya.[22] Ketika Yokyakarta
diduduki Belanda (Nica) ia ditahan Belanda sebulan lamanya. Setelah Yokyakarta
kembali ke tangan Republik Indonesia ia ditahan Corps Polisi Militer (CPM)
selama 6 bulan dan dalam tahanan di penjara Wirogunan Yogyakarta ia memperoleh
ajaran tentang ‘Manunggaling Kawulo Gusti’ yaiti bersatu dengan Tuhan atau
Tuhan menitis pada diri seseorang.[23] Menurut Ki Manguwasito
setelah runtuhnya Majapahit orang memasuki Islam, sewaktu penjajahan Jepang
orang tunduk kepada Tenno Heika an sekarang setelah kemerdekaan kita harus
memeluk agama Jawa asli. b. Nabi ADARI dan tujuannya Menurut
ajaran ADARI Gusti Yang Maha Esa telah manunggal menjadi satu dalam diri Bung
Karno Presiden Republik Indonesia ketika itu, Bung Karno adalah Titisan Gusti
Yang Maha Esa, yang berarti bahwa Bung Karno adalah titisan Tuhan dan sama
dengan Tuhan., maka apa yang dikatakan dan lakukannya adalah tidak lain sebagai
kata dan perbuatan Tuhan. Pancasila dan semua peraturan pemerintah Republi
Indonesia sama dengan aturan Tuhan dan merupakan kitab agama bagi ADARI.
Walaupun Bung Karno sendiri menolak dianggap sebagai Nabi (Harian Kedaulatan
Rakyat 22 April 1959).[24] Atas penolakan Bung Karno tersebut Ki Mangunwasito
selaku pimpinan pusat ADARI mengemukakan alasannya mengapa ADARI menganggap
Bung Karno sebagai Nabi, karena beliau memproklamasikan Kemerdekaan Rakyat
Indonesia dan menciptakan Pancasila. Jadi Bung Karno adalah ‘Hyang Wasesa Ning
Tunggal’. Tetapi ternyata ADARI tidak mengumpulkan dalil-dalil Nabinya Sukarno.
Tujuan ADARI adalah melaksanakan Pancasila, Kebebasan, Keadilan Sosial,
Ketuhanan Yang Maha Esa dan mempertinggi kebudayaan Indonesia (Jawa Asli), yang
dalam pelaksanannya :[25] 1) Tidak menganut salah satu ideologi
politik 2) Ajaran Kebatinannya menuju Ketuhanan Yang Maha Esa yang
asli dan kesempurnaan hidup. 3) Mengadakan perkawinan sendiri, yang
caranya harus ada persetujuan antara calon mempelai pria dan wanita dengan
mufakat dari wali kedua pihak, disaksikan oleh pimpinan ADARI setempat dan
diberikan sutar keterangan kawin dengan membayar Rp 8.50. 4) Setiap
hari Ahad mengadakan selamatan yang disebut Rasulan, 5) Tidak menarik
Iuran (Kami Kartapradja, 1990: 171). Bahwa lebih lanjut dikemukakan pengertian
ajaran ‘Jawa Asli’ bukankah suatu hal yang pokok, bukan pula nama ilmu atau
nama organisasi, tetapi sekedar titik tolak ajarannya, yang terlepas dari
ajaran kitab-kitab Al-Qur’an, injil dan Taurat dan tidak pula mengambil dari
kitab-kitab yang ada. Begitu juga do’a atau mantera-mantera bukan bersumber
dari kitab-kitab tersebut. Kesemua ajarannya diberikan dengan lisan dan
ibadahnya bukan bersendikan agama, melainkan mengutamakan kebaktian kepada ‘Pengeran
Pribadi’ (Tuhan Dirinya).[26] c. Keanggotaanya dan
Kegiatannya Bagi seseorang yang akan masuk menjadi anggota ADARI harus terlebih
dulu membersihkan diri dengan berpuasa tujuh hari, setelah itu barulah
kepadanya diberikan pelajaran seperlunya. Seseorang yang telah membersihkan
diri itu akan lebih mudah bertemu dengan Pengeran Pribadi (Tuhan). Ketika
perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia
Ki Mangunwasito alias Djoyowulu pernah kirim surat kepada Presiden Republik
Indonesia yang mengatakan bahwa ia selalu melakukan ‘tapa brata kungkum’, yaitu
tapa dengan berendam diri di kali Opak setiap ‘selapan dina’ (35 hari) sekali
dan para anggota pengikutnya diperintahkan melakukan ‘tirakat puasa mutih’
yaitu hanya makan nasi saja dan meminta kepada tuhan agar:[27]
1) Tuhan Yang Maha Esa melindungi tentara kita, 2)
Tuhan Yang Maha Esa member bimbingan yang baik kepada pemimpin-pemimpin kita,
3) Tuhan Yang Maha Esa lekas memasukkan Irian Barat ke
wilayah Republik Indonesia, 4) Tuhan Yang Maha Esa menghancurkan
koruptor-koruptor, 5) Pemberontak-pemberontak mendapat hukuman yang
setimpal 6) Pemerintah Republik Indonesia lekas membuat
undang-undang Perkawinan 7) Pemerintah mengakui ADARI sebagai agama
seperti agama-agama yang lain. Para anggota ADARI dalam melakukan kegiatan
keagamaan sehari-hari ialah dengan cara duduk mengheningkan cipta, setiap pagi
menghadap kea rah Timur, siang ke atas, sore ke Barat dan malam semadi.[28]
Jika menghadiri acara perkawinan atau acara lainnya, para anggota memakai
pakaian serba hitam. Hari Raya bagi ADARI adalah tanggal 1 Syura, yaitu
‘tanggap warsa’ (Tahun Baru) dan tanggal 17 Pasa (Ramadhan) dianggap hari
kemerdekaan karena tanggal 17 Agustus 1945 jatuh bertepatan dengan tanggal 17
Pasa 1876 H.[29] BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan 1.
Aliran kepercayaan menurut M. As’ad El Hafidy, ialah suatu paham dogmatis,
terjalin dengan adat istiadat hidup dari berbagai macam suku bangsa yang masih
terbelakang. Pokok kepercayaannya, apa saja adat hidup nenk moyangnya sepanjang
masa. 2. Latar belakang munculnya aliran-aliran kepercayaan
ditandai dengan masuknya Islam tarekat, politik adu domba, dan zaman
kemerdekaan. 3. Sebab-sebab munculnya aliran-aliran
kepercayaan a. Karena salah terima b.
Mencampur aduk faktor-faktor penting yang diambil dari sumber-sumber pelajaran
agama c. Sengaja mengadakan aliran-aliran baru dalam
kepercayaan d. Ingin memasyhurkan namanya e.
Bermaksud menenangkan jiwa f. keuntungan kekayaan
pribadi g. Beranggapan bahwa “bunyi UUD 1945 pasal 18 ”
adalah kesempatan untuk menjelmakan aliran-aliran baru dalam kepercayaan. 4.
macam- macam aliran-aliran kepercayaan. a. Agama Baha’i b. Agama Sapta Dharma
c. Agama Jawa Asli Republik Indonesia DAFTAR RUJUKAN Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama, Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2010. Aliran-Aliran
Keagamaan Aktual di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama Hadikusuma, Hilman. 1993.
Antropologi Agama. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Permadi, K. 1992-1993.
Pandangan Aliran Kepercayaan Terhadap Islam. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan RI. Direktorat Jendral Kebudayaan. Direktorat
Pembinaan
Penghayatan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Ritchard, Evans. 1983.
Teori-teori Tentang Agama Primitif. Yogyakarta: PLP2M Mulder, Niels. 1984.
Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: PT Gramedia [1] K.
Permadi, Pandangan Aliran Kepercayaan terhadap Islam (Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan RI. Direktorat Jendral Kebudayaan. Direktorat Pembinaan Penghayatan
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1992-1994), hal. 8 [2] Ibid., hlm. 2
[3] Ibid., hlm. 3 [4] Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama, Bandung:PT. Citra
Aditya Bakti, 1993, hal. 85-86 [6] Ibid, hal. 86-89 [7] K. Permadi, Pandangan
Aliran Kepercayaan terhadap Islam (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI.
Direktorat Jendral Kebudayaan. Direktorat Pembinaan Penghayatan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1992-1994), hlm. 17-18 [8] Ibid., hlm. 18
[9]Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Puslitbang Kehidupan Keagamaan.
Aliran-Aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, ( Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama). hal. 210 [10] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi
Agama, (PT. Citra Aditya Bakti, 1983). Hal, 99 [11]Ibid, 100 [12] Hilman,
Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993)
hal. 111 [13] Ibid. [14] Ibid. [15] Ibid, hal. 113 [16] Ibid, hal. 114 [17]
Ibid, hal. 115 [18] Ibid [19] Ibid. hal. 116 [20] Ibid , hal. 118 [21] Ibid,
hal. 119 [22] Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama Bagian 1,Pt Citra Aditya
Sakti, Bandung : 1993, hal. 119 [23] Ibid,. [24] Hadikusuma Hilman, Antropologi
Agama Bagian 1,Pt Citra Aditya Sakti, Bandung : 1993, hal. 120 [25] Ibid,. [26]
Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama Bagian 1,Pt Citra Aditya Sakti, Bandung :
1993, hal. 121 [27] Ibid,. [28] Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama Bagian
1,Pt Citra Aditya Sakti, Bandung : 1993, hal. 121 [29] Ibid,. Diposkan oleh
Muhammad Sofwan Asyahari di 14.52
sumber:sofiswa.blogspot.com/2011/12/aliran-kepercayaan-yang-ada-di.html
sumber:sofiswa.blogspot.com/2011/12/aliran-kepercayaan-yang-ada-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar