MACAM-MACAM TAUBAT
Para sufi memiliki konsepsi tentang jalan menuju Allah. Jalan ini merupakan
latihan-latihan rohaniah (riyadhah) yang dilakukan secara bertahap dalam
menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqamat (tingkatan-tingkatan) dan ahwal (keadaan-keadaan)
kemudian berakhir dengan mengenal (ma'rifat) kepada Allah.
Kebanyakan sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal di jalan menuju
Allah. Pada tingkat terendah, taubat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau
anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, di samping menyangkut dosa yang
dilakukan jasad, taubat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong,
dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, taubat menyangkut usaha menjauhkan
bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir,
taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Taubat
pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat
memalingkan dari jalan Allah.
Taubat agaknya diakui secara umum dalam pembahasan tasawuf sebagai maqampertama yang harus dilalui dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan, Allah tidak mendekati sebelum bertaubat. Karena dengan taubat,
jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuhan dapat didekati dengan jiwa yang
suci.
Menurut Dzun Nun al-Mishri, taubat dibedakan atas dua macam, yaitu taubat
awamdan taubat khawas. Orang awam
bertaubat karena kelalaian (dari mengingat Tuhan). Dalam ungkapan lain ia
mengatakan dosa bagi al-muqarrabin (orang yang dekat kepada Allah) merupakan kebaikan bagi al-abrar. Pandangan ini mirip dengan pernyataan Al-Junaidi yang mengatakan bahwa
taubat ialah "engkau melupakan dosamu".[3]
Perkataan Al-Junaid mengandung arti bahwa kemanisan tindakan semacam itu
sepenuhnya menjauh dari hati, sehingga di dalam kesadaran tidak ada lagi
jejaknya, sampai orang itu merasa seakan-akan dia tidak pernah mengetahuinya.
Ruwaim berkata: "Arti taubat adalah bahwa engkau harus bertaubat atas
taubat itu." Arti ini mirip dengan yang dikatakan oleh Rabi'ah: "Aku
memohon ampun kepada Tuhan karena ketidak-tulusan dalam berbicara; aku mohon
ampun kepada Tuhan." Al-Husain al-Maghazili, ketika ditanya mengenai taubat,
berkata: "Apakah yang engkau tanyakan, mengenai taubat peralihan, atau
taubat tanggapan?" Yang lain berkata: "Apakah arti taubat peralihan
itu?" Ruwaim menjawab: "Bahwa engkau harus takut kepada Tuhan karena
kekuasaan-Nya atas dirimu." Yang lain bertanya: "Dan apakah taubat
tanggapan itu?" Ruwaim menyahut: "Bahwa engkau harus malu kepada
Tuhan karena Dia ada di dekatmu."
Dzu'1-Nun Al-Mishri berkata: "Taubat orang awam adalah taubat dari
dosanya; taubat orang terpilih adalah taubat dari kekhilafannya; taubat para
nabi adalah taubat dari kesadaran mereka akan ketidakmampuan mencapai apa yang
telah dicapai orang lain." Al-Nuri berkata: "Taubat berarti bahwa
engkau harus berpaling dari segala sesuatu kecuali Tuhan." Ibrahim
al-Daqqaq berkata: "Taubat berarti bahwa engkau harus menghadap Tuhan
tanpa berbalik lagi, bahkan jika sebelumnya engkau telah berbalik dari Tuhan
tanpa menghadap kembali.
Pada tahap ini, orang-orang yang mendambakan hakikat tidak lagi mengingat
dosa mereka karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju pada kebesaran Tuhan
dan zikir yang berkesinambungan. Lebih lanjut, Dzun Nun Al-Mishri membedakan
taubat atas tiga tingkatan, yaitu:
1. Orang yang bertaubat dari dosa dan keburukannya.
2. Orang yang bertaubat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Allah.
3. Orang yang bertaubat karena memandang kebaikan dan ketaatannya
Pembagian taubat atas tiga tingkatan agaknya tidak harus dilihat sebagai
keterangan yang bertentangan dengan apa yang telah disebut di atas. Pada
pembagian ini, Dzun Nun membagi lagi orang khawas menjadi dua bagian sehingga
jenis taubat dibedakan atas tiga macam.
Perkembangan pemikiran itu boleh juga merupakan salah satu refleksi dari
proses pencairan hakikat oleh seorang sufi yang mengalami tahapan secara gradual. Bagi golongan khawas atau orang yang telah jadi sufi, yang dipandang dosa adalahghaflah (terlena mengingat Tuhan). Ghaflah itulah dosa yang mematikan. Ghaflahadalah sumber
munculnya segala dosa. Dengan demikian taubat merupakan pangkal tolak peralihan
dari hidup lama (ghaflah) ke kehidupan baru secara sufi. Yakni hidup
selalu ingat pada Tuhan sepanjang masa, Taubat berarti mengalami mati di dalam
hidup (Jawa: mati sajroning
urip). Yakni suatu proses peralihan dengan mematikan cara hidup lama yang ghaflah, dan membina cara hidup baru, hidup sufi yang selalu ingat dan rasa dekat
pada Tuhan dalam segala keadaan.
Dalam kalangan ahli tarekat proses peralihan atau taubat ini dijalankan
dengan upacara inisiasi atau baiat. Pada upacara
ini para calon sufi dimandikan dan diberi pakaian seperti halnya mayat
dikafani. Yakni simbol taubat atau mematikan cara hidup lama dan beralih ke
kehidupan tarekat. Karena taubat menurut sufi terutama taubat dari ghaflah, maka kesempurnaan taubat menurut ajaran tasawuf adalah apabila telah
tercapai maqam (التوية من توبته) Yakni mentaubati terhadap kesadaran keberadaan dirinya
dan kesadaran akan taubatnya itu sendiri
Sumber: http://hakamabbas.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar