Ahmad Saleh
Sugiyono
Sedikit sekali orang yang mengetahui tentng hubungan
antara tarekat dengan ajaran Islam pada umumnya. Malah banyak sekali orang yang
menyangka bahwa tarekat itu bukan ajaran dari Islam, maka tidaklah heran banyak
kalangan atau aliran/organisasi Islam yang menentang keberadaan tarekat bahkan
menganggapnya bahwa ajaran tarekat itu sesuatu yang diciptakan oleh orang di
luar Islam.
Studi dan penelitian tentang tarekat belum banyak
dilakukan oleh kalangan ilmuwan dan peneliti. Padahal tarekat mempunyai
relevansi dan kaitan erat dengan kesadaran dan gerakan keagamaan di kalangan
rakyat. Tarekat Qodiriyah, misalnya merupakan aliran tarekat yang berpengaruh
dan banyak pengikutnya di Indonesia. Aliran tarekat ini mempunyai peranan yang
sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan seperti perlawanan para petani di
Banten, dan perjuangan melawan pemerintahan kolonial di zaman revolusi fisik.
Memang terasa ‘asing’ dan langka karena bagi orang
yang belum mengetahui tarekat secara benar akan mengatakan bahwa ajaran tarekat
penuh dengan bid’ah dan dibuat-buat, akan tetapi andai saja kita mau menelusuri
ajaran Islam secara kaffah/menyeluruh maka tidak akan muncul paradigma yang
negatif terhadap tarekat. Akibat muncul paradigma yang negatif terhadap tarekat
maka tak menutup kemungkinan suatu aktifitas yang sebenarnya identik dengan
pengamalan ajaran tarekat disikapi dengan penuh curiga dan bila perlu diberi
stempel sesat dan menyesatkan. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya adalah
sebagai berikut:
1.
Mungkin
karena aliran tarekat jarang dipublikasikan ke masyarakat.
2.
Tokoh-tokoh
tarekat yang masih hidup juga sangat jarang dan sedikit.
3.
Keberadaan
tarekat bukanlah berbentuk seperti organisasi Islam seperti Nahdhotul ‘Ulama
(NU) dan Muhammadiyah.
4.
Pengikut
tarekat tidak memiliki kartu tanda anggota atau berbagai trade mark formal
organisasi kemasyarakatan yang mudah diketahui umum.
5.
Adanya
pernyataan tokoh masyarakat/ulama yang melarang mengikuti ajaran tarekat.
Demikian pula, seseorang atau beberapa tamu pondok
pesantren Suryalaya, misalnya suatu saat di kampung halamannya berpeluang
mengamalkan ajaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah tanpa harus
“memproklamirkan” secara formal terlebih dahulu apa yang diperbuatnya ke
seantero kampung. Tindak lanjutnya adalah bagaimana orang yang mengamalkan tarekat
itu, bila mungkin menginformasikan ke lingkungan, serta bagaimana pula
masyarakat dan pihak terkait sekitarnya mencari tahu secara persuasif perihal
aliran tarekat tersebut. Tarekat itu makhluk apa???
Literatur yang membahas aliran tarekat ternyata memang
jarang, tak sebanyak literatur pelajaran ekonomi, komputer, perbankan dan lain
sebagainya. Bila ditanya dimanakah praktek aliran tarekat dapat dijumpai?
Umumnya mereka menunjuk sebuah daerah di Kabupaten Tasikmalaya, yakni sebuah
pesantren yang bernama Suryalaya dengan Tarekatnya Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
dengan dipimpin oleh seorang mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin
RA. Sebagian masyarakat lebih mengenal pondok pesantren Suryalaya sebagai
tempat rehabilitasi korban narkotika daripada ajaran tarekat Qodiriyah wa
Naqsyabandiyahnya. Memang, pesantren Suryalaya memiliki sejumlah Pondok Inabah
yang berfungsi sebagai pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkotika dengan
keagamaan (tasawuf).
Tentunya ada orang Islam yang belum mengerti atau tidak
mengerti tentang ilmu Tasawuf, mereka mengejek dan mempertanyakan kenapa mesti
ada ilmu Tarekat? Kalau saja orang yang bertanya demikian mau membuka Al-Qur’an
surat Jin ayat 16 maka tidak akan muncul pertanyaan demikian, karena di dalam
surat tersebut tertera kata-kata tarekat, yang isinya adalah “Jika mereka itu
lurus berjalan di atas jalan yang benar (bertarekat), niscaya Allah akan
curahkan kepadanya tetesan air yang sejuk ( berfaedah ).
Mengapa orang Bertarekat?
Pertanyaan ini sama halnya dengan mengapa orang
menganut mazhab dalam fiqih? Misalnya mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali
dan lain-lain. Semua orang pasti bermazhab walaupun ada orang yang mengaku
bahwa dirinya tidak bermazhab. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau ada orang
yang mengaku tidak bermazhab, minimal dia mengikuti mazhab dirinya sendiri.
Orang di dalam beragama perlu yang namanya mazhab, karena orang perlu berjalan
menuju sesuatu. Agar amal lahiriah dilakukan dengan baik dan benar, maka orang
harus mengikuti jalan tertentu, jalan itulah mazhabnya. Kalau di dalam ilmu
fiqih ada mazhab imam Syafi’i, imam Maliki, imam Hanafi dan imam Hambali,
kemudian di dalam ilmu Tauhid ada mazhab yang dikenal dengan aliran Khowarij,
Qodariyah, Jabariyah, Asy-‘Ariyah, Syiah, Mujasimah, Wahabiyah dan lain-lain.
Begitu juga di dalam ilmu Tasawuf ada mazhabnya yang dikenal dengan sebutan
Tarekat. Nah, di dalam Tarekat ini bermacam-macam tarekat, diantara tarekat
yang mencapai mu’tabaroh ada 41 macam yang diakui kemu’tabarohannya dibawah
naungan JATMAN (Jamaah Ahli Toriqoh Mu’tabaroh An-Nahdiyyah) yang dipimpin oleh
Habib Lutfi bin Yahya. Diantara tarekat yang Mu’tabaroh adalah Tarekat
Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang dipimpin oleh
seorang mursyid Kamil Mukamil yaitu Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin RA.
Terdapat berbagai macam jawaban yang sama dapat diberikan kepada pertanyaan,
mengapa orang bertarekat? Tarekat itu sendiri adalah jalan menuju Tuhan, orang
bertarekat karena ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, ingin mengenal Tuhan
lebih dekat lagi, ingin bercengkrama dengan Tuhan dan lain-lain. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka seseorang mesti menempuh suatu jalan dan jalan untuk
mendekat kepada Tuhan dengan sedekat-dekatnya adalah Tarekat.
Demikianlah tulisan yang dapat saya sampaikan mohon
maaf apabila ada kekeliruan. Wassalamu’alaikum wb.wb.
(edited by han)
Sumber :www.tqn-jqkqrta .org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar