Senin, 03 Oktober 2016



Ahmad Saleh Sugiyono
Sedikit sekali orang yang mengetahui tentng hubungan antara tarekat dengan ajaran Islam pada umumnya. Malah banyak sekali orang yang menyangka bahwa tarekat itu bukan ajaran dari Islam, maka tidaklah heran banyak kalangan atau aliran/organisasi Islam yang menentang keberadaan tarekat bahkan menganggapnya bahwa ajaran tarekat itu sesuatu yang diciptakan oleh orang di luar Islam.
Studi dan penelitian tentang tarekat belum banyak dilakukan oleh kalangan ilmuwan dan peneliti. Padahal tarekat mempunyai relevansi dan kaitan erat dengan kesadaran dan gerakan keagamaan di kalangan rakyat. Tarekat Qodiriyah, misalnya merupakan aliran tarekat yang berpengaruh dan banyak pengikutnya di Indonesia. Aliran tarekat ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan seperti perlawanan para petani di Banten, dan perjuangan melawan pemerintahan kolonial di zaman revolusi fisik.
Memang terasa ‘asing’ dan langka karena bagi orang yang belum mengetahui tarekat secara benar akan mengatakan bahwa ajaran tarekat penuh dengan bid’ah dan dibuat-buat, akan tetapi andai saja kita mau menelusuri ajaran Islam secara kaffah/menyeluruh maka tidak akan muncul paradigma yang negatif terhadap tarekat. Akibat muncul paradigma yang negatif terhadap tarekat maka tak menutup kemungkinan suatu aktifitas yang sebenarnya identik dengan pengamalan ajaran tarekat disikapi dengan penuh curiga dan bila perlu diberi stempel sesat dan menyesatkan. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya adalah sebagai berikut:

1.     Mungkin karena aliran tarekat jarang dipublikasikan ke masyarakat.
2.     Tokoh-tokoh tarekat yang masih hidup juga sangat jarang dan sedikit.
3.     Keberadaan tarekat bukanlah berbentuk seperti organisasi Islam seperti Nahdhotul ‘Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
4.     Pengikut tarekat tidak memiliki kartu tanda anggota atau berbagai trade mark formal organisasi kemasyarakatan yang mudah diketahui umum.
5.     Adanya pernyataan tokoh masyarakat/ulama yang melarang mengikuti ajaran tarekat.
Demikian pula, seseorang atau beberapa tamu pondok pesantren Suryalaya, misalnya suatu saat di kampung halamannya berpeluang mengamalkan ajaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah tanpa harus “memproklamirkan” secara formal terlebih dahulu apa yang diperbuatnya ke seantero kampung. Tindak lanjutnya adalah bagaimana orang yang mengamalkan tarekat itu, bila mungkin menginformasikan ke lingkungan, serta bagaimana pula masyarakat dan pihak terkait sekitarnya mencari tahu secara persuasif perihal aliran tarekat tersebut. Tarekat itu makhluk apa???
Literatur yang membahas aliran tarekat ternyata memang jarang, tak sebanyak literatur pelajaran ekonomi, komputer, perbankan dan lain sebagainya. Bila ditanya dimanakah praktek aliran tarekat dapat dijumpai? Umumnya mereka menunjuk sebuah daerah di Kabupaten Tasikmalaya, yakni sebuah pesantren yang bernama Suryalaya dengan Tarekatnya Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan dipimpin oleh seorang mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin RA. Sebagian masyarakat lebih mengenal pondok pesantren Suryalaya sebagai tempat rehabilitasi korban narkotika daripada ajaran tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyahnya. Memang, pesantren Suryalaya memiliki sejumlah Pondok Inabah yang berfungsi sebagai pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkotika dengan keagamaan (tasawuf).
Tentunya ada orang Islam yang belum mengerti atau tidak mengerti tentang ilmu Tasawuf, mereka mengejek dan mempertanyakan kenapa mesti ada ilmu Tarekat? Kalau saja orang yang bertanya demikian mau membuka Al-Qur’an surat Jin ayat 16 maka tidak akan muncul pertanyaan demikian, karena di dalam surat tersebut tertera kata-kata tarekat, yang isinya adalah “Jika mereka itu lurus berjalan di atas jalan yang benar (bertarekat), niscaya Allah akan curahkan kepadanya tetesan air yang sejuk ( berfaedah ).
Mengapa orang Bertarekat?
Pertanyaan ini sama halnya dengan mengapa orang menganut mazhab dalam fiqih? Misalnya mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan lain-lain. Semua orang pasti bermazhab walaupun ada orang yang mengaku bahwa dirinya tidak bermazhab. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau ada orang yang mengaku tidak bermazhab, minimal dia mengikuti mazhab dirinya sendiri. Orang di dalam beragama perlu yang namanya mazhab, karena orang perlu berjalan menuju sesuatu. Agar amal lahiriah dilakukan dengan baik dan benar, maka orang harus mengikuti jalan tertentu, jalan itulah mazhabnya. Kalau di dalam ilmu fiqih ada mazhab imam Syafi’i, imam Maliki, imam Hanafi dan imam Hambali, kemudian di dalam ilmu Tauhid ada mazhab yang dikenal dengan aliran Khowarij, Qodariyah, Jabariyah, Asy-‘Ariyah, Syiah, Mujasimah, Wahabiyah dan lain-lain. Begitu juga di dalam ilmu Tasawuf ada mazhabnya yang dikenal dengan sebutan Tarekat. Nah, di dalam Tarekat ini bermacam-macam tarekat, diantara tarekat yang mencapai mu’tabaroh ada 41 macam yang diakui kemu’tabarohannya dibawah naungan JATMAN (Jamaah Ahli Toriqoh Mu’tabaroh An-Nahdiyyah) yang dipimpin oleh Habib Lutfi bin Yahya. Diantara tarekat yang Mu’tabaroh adalah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang dipimpin oleh seorang mursyid Kamil Mukamil yaitu Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin RA. Terdapat berbagai macam jawaban yang sama dapat diberikan kepada pertanyaan, mengapa orang bertarekat? Tarekat itu sendiri adalah jalan menuju Tuhan, orang bertarekat karena ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, ingin mengenal Tuhan lebih dekat lagi, ingin bercengkrama dengan Tuhan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut maka seseorang mesti menempuh suatu jalan dan jalan untuk mendekat kepada Tuhan dengan sedekat-dekatnya adalah Tarekat.
Demikianlah tulisan yang dapat saya sampaikan mohon maaf apabila ada kekeliruan. Wassalamu’alaikum wb.wb.
(edited by han)
Sumber :www.tqn-jqkqrta .org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar